PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan
bangsa Indonesia dewasa ini tengah menghadapi ancaman serius berkaitan dengan
mengerasnya konflik-konflik dalam masyarakat, baik yang bersifat vertikal
maupun horizontal. Konflik-konflik itu pada dasarnya merupakan produk dari
sistem kekuasaan Orde Baru yang militeristik, sentralistik, dominatif, dan
hegemonik. Sistem tersebut telah menumpas kemerdekaan masyarakat untuk
mengaktualisasikan dirinya dalam wilayah sosial, ekonomi, politik, maupun cultural
.Kemajemukan bangsa yang seharusnya dapat kondusif bagi pengembangan demokrasi
ditenggelamkan oleh ideologi harmoni sosial yang serba semu, yang tidak lain
adalah ideologi keseragaman.
Bagi
negara kala itu, kemajemukan dianggap sebagai potensi yang dapat mengganggu
stabilitas politik. Karena itu negara perlu menyeragamkan setiap elemen
kemajemukan dalam masyarakat sesuai dengan karsanya, tanpa harus merasa telah
mengingkari prinsip dasar hidup bersama dalam kepelbagaian. Dengan segala
kekuasaan yang ada padanya negara tidak segan-segan untuk menggunakan cara-cara
koersif agar masyarakat tunduk pada ideologi negara yang maunya serba seragam,
serba tunggal. Perlakuan Negara yang demikian kian diapresiasi dan
diinternalisasi oleh masyarakat dalam kesadaran sosial politiknya. Pada
gilirannya kesadaran yang biasanya mengarahkan sikap dan perilaku sosial
masyarakat kepada hal-hal yang bersifat diskriminatif, kekerasan, dan
dehumanisasi. Hal itu dapat kita saksikan dari kecenderungan xenophobia dalam
masyarakat ketika berhadapan dengan elemen-elemen pluralitas bangsa.
Penerimaan
mereka terhadap pluralitas kurang lebih sama dan sebangun dengan penerimaan
negara atas fakta sosiologis-kultural itu. Karena itu, subyektivitas masyarakat
kian menonjol dan pada gilirannya menafikan kelompok lain yang dalam alam
pikirnya diyakini "berbeda". Dari sinilah konflik-konflik sosial
politik memperoleh legitimasi rasionalnya. Tentu saja untuk hal ini kita patut
meletakkan negara sebagai faktor dominan yang telah membentuk pola pikir dan
kesadaran antidemokrasi di kalangan masyaraka.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Nampaknya
kerukunan sudah jauh dari sebagian masyarakat kita, banyak sekali terjadi
tawuran antar pelajar, antar mahasiawa bahkan tawuran antar warga. Minggu dini
hari (26/06/2011) warga johar baru jakarta pusat kembali terlibat tawuran,
tawuran antar warga yang pecah selama dua kali dalam semalam ini mengakibatkan
dua orang terluka akibat lemparan batu. Tawuran ini juga beberapa waktu lalu
sempat pecah, tawuran itu sebabkan karena hal sepele, hanya karena ketersinggungan
akibat saling ejek antar pemuda. Dalam tawuran semalam aparat kepolisian
menurunkan pasukannya untuk meredakan kerusuhan dengan menembakkan gas air mata
dan tembakan peringatan.
Sungguh
memprihatinkan melihat kondisi moral masyarakat kita saat ini, kerusuhan mudah
tersulut hanya gara- gara hal sepele. Semoga saja pemerintah peka akan hal
tersebut dan segera mengambil langkah- langkah terbaik untuk membina kerukunan
antar warga masyarakat yang saat ini cenderung terkotak- kotak oleh sekat administratif
(RT, RW, Kelurahan dll) juga SARA. Entah sampai kapan generasi kita akan
memahami apa itu “Rukun”, dimana kita wajib hukumnya mengutamakan hal tersebut
demi kepentingan yang lebih luas (bersama).
C.
TUJUAN
Tujuan
penulisan ini adalah untuk mengetahui penanganan konflik social yang terjadi
pada Warga Johar Baru Jakarta Pusat.
LANDASAN
TEORI
A.
DEFINISI
KONFLIK
Robbins
(1996) dalam “Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu
proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat
(sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh
positif maupun pengaruh negatif. Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah
kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan.
Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri
diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan
permusuhan. Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh
karena konflik bersumber pada
keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik.
Persaingan
sangat erat hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak
menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya.
Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke aarah konflik,
terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan
dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang
terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang
yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik
sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai
konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat
berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.
B.
JENIS-JENIS KONFLIK
Menurut
James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik
intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik
antar kelompok dan konflik antar organisasi.
C.
PERANAN KONFLIK
Ada
berbagai pandangan mengenai konflik dalam organisasi. Pandangan tradisional mengatakan
bahwa konflik hanyalah merupakan gejala abnormal yang mempunyai akibat-akibat
negatif sehingga perlu dilenyapkan. Pendapat tradisional ini dapat diuraikan
sebagai berikut :
- Konflik hanya
merugikan organisasi, karena itu harus dihindarkan dan ditiadakan.
- Konflik ditimbulka
karena perbedaan kepribadian dan karena kegagalan dalam kepemimpinan.
- Konflik
diselesaikan melalui pemisahan fisik atau dengan intervensi manajemen tingkat
yang lebih tinggi.
Sedangkan
pandangan yang lebih maju menganggap bahwa konflik dapat berakibat baik maupun
buruk. Usaha penanganannya harus berupaya untuk menarik hal-hal yang baik dan
mengurangi hal-hal yang buruk. Pandangan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
- Konflik adalah
suatu akibat yang tidak dapat dihindarkan dari interaksi organisasional dan
dapat diatasi dengan mengenali sumber-sumber konflik.
- Konflik pada
umumnya adalah hasil dari kemajemukan sistem organisasi
- Konflik
diselesaikan dengan cara pengenalan sebab dan pemecahan masalah.
D.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KONFLIK
Dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu faktor intern dan factor ekstern.
Dalam faktor intern dapat disebutkan beberapa hal :
1. Kemantapan
organisasi
Organisasi yang
telah mantap lebih mampu menyesuaikan diri sehingga tidak mudah terlibat konflik
dan mampu menyelesaikannya. Analoginya dalah seseorang yang matang mempunyai
pandangan hidup luas, mengenal dan menghargai perbedaan nilai dan lain-lain.
2. Sistem nilai
Sistem nilai
suatu organisasi ialah sekumpulan batasan yang meliputi landasan maksud dan
cara berinteraksi suatu organisasi, apakah sesuatu itu baik, buruk, salah atau
benar.
3. Tujuan
Tujuan suatu
organisasi dapat menjadi dasar tingkah laku organisasi itu serta para anggotanya.
4. Sistem lain
dalam organisasi
Seperti sistem
komunikasi, sistem kepemimpinan, sistem pengambilan keputusan, sisitem imbalan
dan lain-lain. Dlam hal sistem komunikasi misalnya ternyata persepsi dan
penyampaian pesan bukanlah soal yang mudah.
Sedangkan
faktor ekstern meliputi :
1. Keterbatasan
sumber daya
Kelangkaan suatu
hal yang dapat menumbuhkan persaingan dan seterusnya dapat berakhir menjadi
konflik.
2. Kekaburan
aturan/norma di masyarakat
Hal ini
memperbesar peluang perbedaan persepsi dan pola bertindak.
3. Derajat
ketergantungan dengan pihak lain
Semakin
tergantung satu pihak dengan pihak lain semakin mudah konflik terjadi.
4. Pola
interaksi dengan pihak lain
Pola yang bebas
memudahkan pemamparan dengan nilai-nilai ain sedangkan pola tertutup
menimbulkan sikap kabur dan kesulitan penyesuaian diri.
PEMBAHASAN MASALAH
A. PENANGANAN
KONFLIK
Untuk
menangani konflik dengan efektif, kita harus mengetahui kemampuan diri sendiri
dan juga pihak-pihak yang mempunyai konflik. Ada beberapa cara untuk menangani
konflik antara lain :
1. Introspeksi
diri
Bagaiman kita
biasanya menghadapi konflik ? Gaya pa yang biasanya digunakan? Apa saja yang
menjadi dasar dan persepsi kita. Hal ini penting untuk dilakukan sehingga kita
dapat mengukur kekuatan kita.
2. Mengevaluasi
pihak-pihak yang terlibat.
Sangat penting
bagi kita untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat. Kita dapat mengidentifikasi
kepentingan apa saja yang mereka miliki, bagaimana nilai dan sikap mereka atas
konflik tersebut dan apa perasaan mereka atas terjadinya konflik. Kesempatan
kita untuk sukses dalam menangani konflik semakin besar jika kita meliha
konflik yang terjadi dari semua sudut pandang.
3. Identifikasi
sumber konflik
Seperti
dituliskan di atas, konflik tidak muncul begitu saja. Sumber konflik sebaiknya
dapat teridentifikasi sehingga sasaran penanganannya lebih terarah kepada sebab
konflik.
4. Mengetahui
pilihan penyelesaian atau penanganan konflik yang ada dan memilih yang tepat.
Spiegel (1994)
menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan konflik
:
a. Berkompetisi
Tindakan ini
dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas kepentingan
pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu
membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan
pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah
(win-win solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan
dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan
dalam hubungan atasan – bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya
(kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
b. Menghindari
konflik
Tindakan ini
dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara fisik
ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi.
Situasi menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan
jika masing-masing pihak mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik
untuk sementara. Dampak kurang baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang
tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi
stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
c. Akomodasi
Yaitu jika kita
mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak lain mendapat
keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying
behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain
lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan
antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.
d. Kompromi
Tindakan ini
dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut sama
–sama penting dan hubungan baik menjadi yang uatama. Masing-masing pihak akan
mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang
(win-win solution)
e. Berkolaborasi
Menciptakan
situasi menang-menag dengan saling bekerja sama. Pilihan tindakan ada pada diri
kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika terjadi
konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi menjadai
hal yang harus kita pertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Luthans F. Organizational
Behavior, Mc Graw Hill, Singapore, 1981
Miftah Thoha. Kepemimpinan
dalam Manajemen. PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Munandar AS. Manajemen
Konflik dalam Organisasi , dalam Seminar Strategi Pengendalian Konflik
dalam Organisasi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta, 987
Robbins, SP. Organizational
Behaviour, Prentice Hall, Siding, 1979.
Winardi. Manajemen
Konflik (Konflik Perubhan dan Pengembangan), Mandar Maju, 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar